Jumat 05 Jan 2024 12:49 WIB

Di Balik Nama Kereta Api Turangga, Kuda Tunggangan Para Bangsawan Jawa

Kuda terdebut menjadi lambang kendaraan yang kencang dan tahan berbagai situasi.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Gita Amanda
Penampakan Kereta Api Turangga yang mengalami tabrakan dengan Kereta Api lokal Cicalengka di petak Jalan Cicalengka-Haurpuguh, Kabupaten Bandung, Jumat (5/1/2024).
Foto: Republika/ M Fauzi Ridwan
Penampakan Kereta Api Turangga yang mengalami tabrakan dengan Kereta Api lokal Cicalengka di petak Jalan Cicalengka-Haurpuguh, Kabupaten Bandung, Jumat (5/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kereta Api (KA) Turangga relasi Surabaya Gubeng-Bandung, pada Jumat (5/1/2023) pagi ini, mengalami kecelakaan. Kereta tersebut bertabrakan dengan Commuterline Bandung Raya di kilometer 181+700 petak jalan antara Stasiun Haurpugur-Stasiun Cicalengka pada pukul 06.03 WIB. 

Dikutip dari laman Wikipedia, KA Turangga merupakan layanan kereta api penumpang kelas eksekutif yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI untuk melayani relasi Bandung–Surabaya Gubeng di lintas selatan Pulau Jawa. Kereta api yang menempuh jarak sejauh 696 kilometer dalam waktu sekitar 10 jam 14 menit itu memiliki waktu keberangkatan dari stasiun awal pada malam hari dan tiba di stasiun akhir pada keesokan paginya. Kereta ini berlawanan dengan kereta api Argo Wilis.

Baca Juga

Kereta dengan jenis layanan kereta api antarkota itu dinamai Turangga, diambil dari nama hewan. Hewan tesebut menurut kepercayaan rakyat setempat merupakan nama lain dari kuda tunggangan para bangsawan Jawa.

Kuda terdebut menjadi lambang kendaraan yang kencang dan tahan berbagai situasi. Penamaan tesebut jelas bermaksud agar Kereta api Turangga mampu memberikan pelayanan terbaik demi kepuasan dan kebanggaan penumpangnya.

Kereta Api Turangga pertama kali beroperasi pada 1 September 1995 melayani rute Bandung-Surabaya dengan layanan kelas bisnis plus dan eksekutif. Sejak 11 Oktober 1999, kereta tesebut hanya melayani kelas eksekutif dan beroperasi menggunakan rangkaian kereta baru dari PT Inka keluaran 1999, sedangkan rangkaian kelas bisnisnya dimutasi ke Malang untuk pengoperasian kereta api Gajayana.

Sejak 19 Januari 2009, kereta api tersebut beroperasi menggunakan rangkaian kereta hasil penyehatan kereta buatan tahun 1960. Sejak pertengahan tahun 2018, rangkaian kereta berbahan baja nirkarat buatan Inka digunakan untuk pengoperasian KA Turangga.

Dengan dikeluarkannya grafik perjalanan kereta api terbaru oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan Kereta Api Indonesia mulai tanggal 1 Desember 2019, rute kereta api Turangga diperpanjang hingga Stasiun Gambir. Lalu Per 1 September 2020, rute kereta api tersebut dikembalikan lagi menjadi seperti semula karena tingkat keterisian penumpang di rute Bandung–Jakarta dan sebaliknya menurun akibat pandemi Covid-19.

Sejak 28 September 2022, bertepatan Hari Ulang Tahun PT Kereta api Indonesia ke 77 Tahun, Kereta Api Turangga  mengalami peningkatan kecepatan dari semula hanya 105 km/jam menjadi 120 kilometer per jam. Lalu sejak 1 Juni 2023 bertepatan dengan pemberlakuan grafik perjalanan kereta api (Gapeka) 2023, KA Turangga saling bertukar rangkaian dengan Kereta api Argo Wilis untuk keperluan pengoperasian Kereta Api Manahan sedangkan satu rangkaiannya lagi telah dimutasi ke Depo Kereta Bandung dan diambil alih operasional ke Daerah Operasi II Bandung dari Daerah Operasi VIII Surabaya.

Pada 3 Juni 2023, dua hari setelah pemberlakuan Gapeka 2023 diikuti peluncuran layanan bagi kereta api lintas barat yaitu Argo Parahyangan, rangkaian kereta Panoramic di kereta api Argo Wilis dan Turangga di jalur selatan Pulau Jawa kini beroperasi setiap akhir pekan dan hari libur nasional. Perjalanan dengan nomor KA 5 dan 6 untuk KA Argo Wilis serta nomor 65 dan 66 untuk KA Turangga. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement