Kamis 15 Nov 2018 01:30 WIB

Syarat Calon Perseorangan, KPU Disarankan Ikuti Putusan MK

Persyaratan pencalonan perseorangan untuk anggota DPR

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Reiny Dwinanda
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) disarankan untuk mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait polemik persyaratan pencalonan perseorangan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPR). Pengalaman serupa pernah dialami oleh KPU pada Pemilu 2009 dan posisi putusan MK ada di titik pertimbangan paling tinggi.

"Ada baiknya KPU menindaklanjuti putusan MK," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, usai berdiskusi dengan komisioner KPU di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/11).

Baca Juga

Feri mengungkapkan, KPU juga pernah dihadapkan dengan putusan yang bertentangan antara MK dan Mahkamah Agung (MA) pada 2009 lalu. Saat itu, ada perbedaan putusan terkait dengan konversi suara pemilu dan KPU memilih untuk mematuhi putusan MK.

"Karena putusan MK itu adalah ejawantah dari UUD 1945. Putusan MK itu juga menerjemahkan kehendak dari UU Pemilu dan sifatnya final dan mengikat," ungkap Feri.

Hal senada juga direkomendasikan oleh para pakar hukum tata negara yang hadir pada diskusi tersebut. Meski begitu, mereka menyadari, kondisi pada 2009 dan 2018 jauh berbeda karena objek yang dipermasalahkan tidak sama serta permasalahan yang timbul pun lebih kompleks.

"Tentu saja bagi KPU ada semacam simalakama proses penyelenggaraan pemilu," ujarnya.

Terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai persoalan yang sama, ia menjelaskan, putusan PTUN itu bersifat concrete individual final. Dengan demikian, yang akan ditolong dan diselamatkan oleh PTUN hanya satu orang, yakni yang mengajukan permohonan.

"Orang itu yang harus kemudian dimasukkan namanya ke dalam SK Daftar Calon Tetap (DCT) KPU. Nah, ini jadi problematika tersendiri," jelasnya.

Menurutnya, memasukkan satu nama atau memperbolehkan satu orang saja untuk menjadi anggota DPD yang berasal dari partai politik akan menimbulkan ketidakadilan dalam proses penyelenggaraan pemilu. Hal tersebut ia nilai akan melanggar prinsip-prinsip keadilan pada proses penyelenggaraan pemilu.

"Karena bicara di publik tentu saja akan aneh memasukan satu nama orang ke dalam DCT begitu, sementara orang lain terabaikan. Ada dilema yang akan dipetimbangkan KPU (dengan) sebaik-baiknya," ucap Feri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement