REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung mengaku sedang mempertimbangkan "sejumlah pilihan pertahanan" melawan Cina, termasuk di antaranya adalah pengajuan tuntutan hukum terkait pengoperasian pengeboran minyak sepihak oleh Beijing di perairan sengketa.
Komentar Dung kepada Reuters tersebut adalah yang indikasi pertama Vietnam akan memilih jalur hukum yang diperkirakan akan mendapat respon keras dari Cina.
"Vietnam sedang mempertimbangkan sejumlah pilihan pertahanan, termasuk di antaranya jalur legal yang sesuai dengan hukum internasional," kata Dung dalam surat elektronik pada Rabu malam.
Dung tidak menjelaskan lebih lanjut pilihan-pilihan lain yang sedang dia pertimbangkan.
"Saya ingin menekankan bahwa Vietnam akan mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya karena kedaulatan teritorial, termasuk di antaranya kedaulatan atas zona perairan dan kepulauan, adalah hal yang sakral," kata dia.
Pada akhir Maret lalu, Filipina menjadi negara pertama yang menantang Beijing di jalur hukum saat mengajukan tuntutan di pengadilan arbitrase Den Haag terkait sengketa wilayah Laut Cina Selatan.
Beijing menolak hadir dalam arbitrase itu dan mengancam Manila dengan menyatakan bahwa tindakan tersebut dapat merusak hubungan dua negara.
Sementara itu di Vietnam, pengoperasian sepihak pengebor minyak senilai satu miliar dolar AS milik BUMN Cina, CNOOC, telah memicu kerusuhan anti-Tionghoa pada pekan lalu.
Hanoi mengatakan bahwa fasilitas pengebor tersebut berada di jarak 200 mil zona ekonomi eksklusif Vietnam. Sementara Cina berkata sebaliknya.
Pengoperasian fasilitas pengebor minyak tersebut merupakan insiden terakhir yang terkait dengan konfrontasi Cina melawan sejumlah negara tetangga. Washington sendiri merespon dengan kritik tajam atas Beijing dan menyebut adanya pola tindakan-tindakan "provokatif" oleh Cina.
Pada Rabu, Dung mengatakan Vietnam dan Filipina berniat melawan pelanggaran Cina atas wilayah perairannya. Kedua negara mendesak masyarakat internasional untuk mengecam Beijing.
Sementara Manila berupaya memperjuangkan haknya untuk mengeksploitasi kekayaan alam di zona ekonomi eksklusifnya--yang dilindungi Konvesi PBB mengenai Hukum Kelautan (UNCLOS)--melalui jalur hukum di Pengadian Arbitrase Permanen.
Jika pengadilan di Den Haag memenangkan Filipina, maka diperkirakan negara-negara lain yang mempunyai masalah yang sama dengan Beijing akan mengikuti langkah Manila.
Namun demikian, sejumlah pengamat mengatakan bahwa keputusan apapun dari Pengadilan Arbitrase tidak akan dapat diterapkan karena tidak ada badan di bawah UNCLOS yang berwenang mengawasi keputusan tersebut.